Thursday, January 01, 2015

"The Real Hope"



Ada impian saat pilpres lalu, ada harapan besar atas terpilihnya Prabowo menjadi RI 1. Namun sepertinya harapan itu harus dibuang saat ternyata RI 1 yang terpilih adalah Jokowi. Mengapa saya pribadi mengharapkan beliau memimpin negeri ini? Berikut ulasannya

Stabilitas Dalam Negeri

1.       Harga barang terjangkau
Mungkin sudah santer anda melihat ada satu sosok melambai atau tersenyum dengan caption "Enak Jaman ku To?" Hal ini memang seperti masyarakat dambakan: kembalinya keadaan seperti dahulu. Dahulu dimana harga kebutuhan pokok terjangkau, mencari rupiah terbilang mudah, bisa bersekolah dan kuliah nyaman dengan uang jajan dan beasiswa, hidup tenang dan tenteram. Ada kerinduan untuk kembali hidup seperti dahulu. Untuk membeli bahan bakar minyak kurang dari tiga ribu, beras, minyak, gula, garam masih dalam harga yang diterima akal sehat. Sebagai ukuran, di kampung saya dilahirkan, saat komoditas karet dihargai Rp. 6000/kg harga beras hanyalah Rp. 2000/kg. Dalam setiap kilogram karet yang dihasilkan dapat membeli setidaknya 3 kilogram beras. Kini, karet hanya dihargai Rp. 7000/kg sedangkan harga beras Rp. 8000/kg. Anda mungkin dapat membayangkan bagaimana tenaga dan keringat yang keluar hingga membuat tetesan karet menetes dan dikumpulkan hingga minimal 1 kg itu baru bisa ditukarkan dengan beras kualitas rendah 1 kg. Entah bagaimana cerita di bidang lain dan di daerah lain. Saat era sepeda motor telah tiba dan bensin menjadi kebutuhan, harganya pun hanya berkisar dua ribuan, pun dengan harga minyak tanah yang dahulu masih santer dijual dengan harga yang jauh lebih murah dari bensin.

2.       Mencari rupiah tergolong mudah
Saya membandingkan hidupnya para orang tua dahulu dengan para orang tua jaman sekarang. Dahulu banyak anak banyak rejeki, memang benar demikian adanya. Dalam setiap anak terkandung hak yang dapat diperoleh langsung dari negara. Ada bantuan garam, minyak, beras dari negara dengan menghitung jumlah kepala, banyak anak artinya komoditas semakin banyak. Orang tua dahulu yang berprofesi sebagai petani pun tak sukar. Ketimpangan dengan orang kaya tidak besar. Petani, pedagang, PNS masing - masing dapat memiliki tanah lebar dan rumah yang besar. Namun lihatlah para orang tua sekarang, memiliki anak banyak adalah beban. Untuk menghidupi dan membesarkan 1 anak saja mereka seolah sangat terbebani. Rumahnya kecil, pergi pagi pulang malam bahkan ada yang pagi lagi. Pergi bekerja saat anak masih terlelap dan pulang saat anak sudah terlelap. Sang anak bahkan seolah tak tahu apa yang dikerjakan oleh orang tuanya hingga dapat membiayai mereka. Bandingkan dengan para orang tua dahulu. Bagi petani, mereka pergi ke kebun, sawah atau ladang saat matahari sudah muncul. Masih ingat dalam ingatan saya dahulu saat saya mau berangkat ke sekolah berseragam merah putih, ibu saya masih sempat untuk menyiapkan sarapan pagi dan meninggalkan rumah terkadang serentak - meskipun seringkali saya yang terlebih dahulu berangkat karena lonceng sekolah berdentang pukul 7 pagi. Saya setiap berangkat dan pulang sekolah berjalan kaki bahkan sesekali ikut dalam gerobak peternak sapi yang sedang membawa rumput segar. Setiap saya pulang sekolah, orang tualah yang selalu sudah duluan tiba di rumah dan bersiap untuk makan siang.

Dahulu sepeda motor masih dianggap barang mewah. Semua orang masih menggunakan sepeda ontel untuk bekerja di sawah, ladang, kebun, sekolah, kantor desa, pasar, dsb. Seseorang dengan pekerjaan lebih dari satu sering dijumpai. Petani merangkap sebagai peternak sapi, atau guru sekaligus petani dan pengajar Al Qur'an dan silat. Semua orang terlihat sangat cerdik memanfaatkan waktu yang lapang. Bandingkan dengan orang jaman sekarang yang menghabiskan sebagian besar waktunya berjibaku di kemacetan jalanan. Belum menyebutkan upah yang diterima setiap bulan hanya cukup untuk membayar cicilan sepeda motor bebek metik, bayar kontrakan, beli susu anak dan kebutuhan pokok yang harus cukup hingga tanggal gajian bulan berikutnya alias dengan mode super irit.

3.       Keamanan harganya murah
Tak seperti orang sekarang yang mengkhawatirkan kehadiran perampok, pencopet, pembegal, dahulu, musuh terbesar bagi para orang tua adalah makhluk halus. Jalan kaki di tempat gelap nun jauh dari keramaian atau rumah penduduk sangatlah bisa dilakukan bahkan untuk takaran seorang wanita. Keluar rumah untuk bepergian jauh saat tengah malam tiba pun tak menjadi masalah. Diceritakan dari orang tua saya bahwa dahulu di kampung ada beberapa orang yang mencoba menjadi preman. Terkadang mereka juga mencuri ayam atau mabuk dan membuat onar. Namun tak lama kemudian mereka tiba - tiba lenyap seolah ditelan bumi. Siapapun yang menjadi pengacau keamanan pada jaman dahulu sangatlah dengan dengan kata 'pemusnahan'. Kini, di atas jam 10 malam, para wanita sudah mulai was - was atas keselamatan mereka, saat di terminal atau di pasar, para wanita harus ekstra hati - hati dengan barang bawaan apalagi dompet dan tas yang kerap menjadi sasaran para pencopet. Di sini, daerah kabupaten Bogor ini, seringkali terdengar kabar tukang begal yang berhasil merampas sepeda motor.  Setiap hari ada - ada saja nasabah yang mendatangi kantor pembiayaan kendaraan untuk melaporkan kehilangan unit. Bagi pesepeda motor, terlebih sepeda motor sport atau metik berbadan bongsor haruslah super waspada bila mengendarainya saat tengah malam menjelang. Belum lagi menyebutkan preman yang sering berbuat onar yang kini dapat dengan mudahnya mengulang kejahatan karena hanya mendekam di hotel prodeo untuk 2 atau 3 tahun saja - dengan berlaku baik di lapas, membayar pengacara andal untuk mengusahakan remisi setiap ada hari spesial. Orang di jaman sekarang sangatlah mudah tertipu oleh bujuk rayu. Bahkan tetangga yang tak menyukai tetangga lain dapat dengan mudahnya menyebarkan fitnah yang  berbuntut mengumpulnya masyarakat berikut para hansip kampung di ruang tamu dengan cara 'sangat tidak berpendidikannya' menghardik pemilik rumah dan mau hakim sendiri. Situasi semakin runyam saat preman kampung merangsek ke dalam kerumunan masyarakat tak berpendidikan ini. UUD alias ujung - ujungnya duit yang terjadi. Setelah uang didapat, kerumunan pun bubar. Setelah diselidiki ternyata uang yang didapat hanya dipakai untuk hura-hura miras oleh para preman kampung sendiri. Para penegak keamanan tak melakukan apa - apa atas dasar mereka sering 'setoran'. Negeri ini semakin lama semakin seperti Amerika latin yang para penegak hukum dan pejabatnya sangatlah haus uang dan kekuasaan.

4.       Sekolah dan pekerjaan layak
Seperti yang sudah saya ceritakan, sekolah dahulu bukanlah hal yang membosankan. Beasiswa untuk murid yang ingin melanjutkan studinya bahkan keluar negeri pun dapat diakomodasi, negara yang membiayainya tanpa perlu bantuan asing yang nota bene ada embel-embelnya. Namun apa yang terjadi sekarang? Anda dapat menjawabnya sendiri.

Kebijakan Dalam dan Luar Negeri

1.       Rencana Pembangunan
Dalam hal pembangunan 5 tahun hingga bahkan 50 tahun ke depan, negeri ini dahulu bahkan telah memilikinya, sudah jelas apa yang sekarang dikerjakan, apa yang akan terjadi 10 hingga 50 tahun ke depan. Swasembada beras sangatlah diharapkan terjadi lagi. Garam, terigu, gandum, gula, pupuk, dll kapan bisa diwujudkan 0% impor? Bahkan pemerintahan sekarang tak memiliki rencana jelas untuk menuju ke titik ini. Dalam hal infrastruktur, jalanan negeri ini, hingga detik ini masih belum distandarkan sehingga jalan raya seluruh penjuru negeri masih jauh dari kata layak. Tata kelola peruntukan lahan, bahkan acak - acakan. Ada pabrik di tengah - tengah permukiman, ada BTS tak berizin, ada tempat ibadah dibangun bukan di tengah - tengah penganutnya, ada kota yang sangat agamis hingga menempatkan lambang keagamaan di sisi nama besar kotanya, ada juga yang dihujat karena ingin mengikuti ajaran agama untuk meniadakan praktik miras, ada lahan dan bangunan pemerintah pusat, daerah dan militer yang bahkan dijual kepada swasta dan asing, ada bayi yang sampai mati karena diperlakukan seolah ping pong oleh pihak rumah sakit, matinya pengaturan lalu lintas uang dan truk trailer seolah membiarkan praktik transfer keluar negeri uang dengan nominal yang tidak sedikit, praktik truk dan trailer yang bebas melenggang pada jam kapan pun para sopir ingini sampai ikut berjibaku menambah ruwetnya jalanan setiap pergi dan pulang kerjanya para pekerja, dan banyak lagi hal konyol lain terjadi di negeri ini.

2.       Pertahanan
Dalam hal pertahanan, ada berita yang menuliskan bahwa KSAL TNI angkat bicara tentang urgensi kapal induk. Bagi saya pribadi, memiliki pertahanan yang kuat bukanlah berdasarkan anggapan bahwa negeri ini adalah negeri pencinta damai. Namun lebih kepada penjagaan. Bila memang anggapan demikian dilakukan oleh kepolisian, maka untuk apa kami sebagai rakyat membiarkan para polisi digaji oleh negara, bukankah semua orang di negeri ini tak melakukan tindakan melawan hukum? Lebih jauh ke sisi kedamaian, dalam konteks sekarang adanya musibah Air Asia QZ8501, kehadiran kapal induk sangatlah bisa membantu evakuasi korban dan puing pesawat. Helikopter dan pesawat yang bertugas dapat dengan mudah menjadikan kapal induk tersebut menjadi posko utama, tanpa perlu bolak balik seperti setrika ke pelabuhan lalu ke pangkalan dan diangkut ke Surabaya, langsung saja dari kapal induk dibawa ke Surabaya, memotong 2 mata rantai birokrasi bukan?

Lalu bagaimana dengan ruwetnya birokrasi, apakah akan dibiarkan seperti sekarang kualitas nasional para abdi negara, para abdi bangsa? Bagaimana nasibnya pesawat sipil, militer dan lainnya kembangan dari IPTN aka PTDI? Bagaimana juga kelanjutan pembangunan KFX dan IFX? India saja sudah teken kontrak dengan Rusia membangun 20 PLTN dalam 20 tahun, lalu bagaimana dengan pembangunan PLTN Indonesia? Tiongkok saja sudah bisa mengurangi korupsi dan bergerak maju hingga dapat menciptakan pesawat tempur dan kapal induk sendiri, lalu bagaimana dengan negeri ini? Terdengar dari berita bahwa akan ada impor hingga 2000 unit kapal untuk pemenuhan jalur tol laut hingga mematikan industri maritim domestik, lalu bagaimana juga dengan megaproyek JSS? Tiadakah hasrat membuat jalan seluruhnya standar, dimulai dari PJU, selokan, median jalanan dan penghijauannya, garis jalan, trotoar dan penghijauannya, plang nama jalan, lampu lalu lintas, dll? Bagaimana pula dengan tata kelola kepemilikan kendaraan dan properti, juga bahasan infrastruktur lain? Bagaimana juga dengan masyarakat terdepan dan garis perbatasan negara, apakah akan tetap ditata seburuk sekarang? Tak adakah keinginan untuk membuatnya seperti tata kelola garis batas negara Korsel - Korut? Tak adakah impian untuk membalikkan keadaan masyarakat hingga merasakan dekatnya ibukota karena pengaruh besar di kehidupan mereka? Bagaimana dengan standarisasi upah dan jam kerja pekerja, apakah masih akan dibiarkan seperti kini yang membiarkan ketimpangan renumerasi antara jabatan terendah dan tertinggi, ketimpangan jam kerja sesuai jabatan dan posisi? Bagaimana pula dengan perumahan rakyat, apakah mau dikelola dengan membiarkan bunga tinggi, angsuran tak terjangkau, ruwetnya prosedur, hingga tutup mata status pembeli rumah adalah orang mampu dan bahkan PNS, seperti biasanya?

Terkait semua hal tersebut di atas, bila memungkinkan sang presiden terkini dapat mewujudkannya, mungkin judul blog ini kan berubah menjadi "A New Hope" - sesuai dengan yang terbit di Majalah Times beberapa waktu silam. 

No comments:

Post a Comment